Minggu, 19 Januari 2014

PENJUAL DODOL NANAS JAMBI, MENDAPAT PENGHARGAAN DARI PRESIDEN RI


H. Baso Intang, SE (46) Pembisnis Usaha Kecil yang Mendapat Penghargaan dari Presiden SBY
BERAWAL SEBAGAI PENJUAL NANAS, MENDAPAT PENGHARGAAN DARI PRESIDEN RI
Sumber daya manusia yang baik, kreatif sera inovatif merupakan ciri khas tersendiri bagi pemilik usaha kecil ini. Bagaimana tidak, di tengah munculnya berbagai macam makanan, masayarakat Tngkit baru memanfaatkan penghasilan dari daerahnya, yakni dodol nanas.”
RIRIN, Jambi
Pria kelahiran Jambi, 15 November 1967 ini sudah sejak tahun 1992 menekuni usaha sebagai pembuat dodol nanas. Awalnya hanya seperti industry rumah tangga. Bahkan dulu untuk produksinya pun dulu hanya satu atau dua laki dalam seminggu. Namun karena berdasarkan data yang ada, di desa Tangkit baru ini untuk perhari bisa menghasilkan 11.000 nanas perhari, sedangkan daya tampungny hanya 5000 perhari.
“Kalau untuk idenya itu timbul dari diri saya sendiri, karena saya melihat adanya peluang yang ada. Kemudian di desa Tnagkiit ini kan banyak memberikan penghasilan nanas, bahkan menjadi penghasil nanas terbesar se-Provinsi Jambi, mulai dari situlah saya tertarik untuk membuat olahan dari nanas,” ungkap Baso kepada Harian Jambi, Jum’at (20/12).
Setelah itu, semakin lama ternyata banyak peminatnya. Permintaaan dipasr juga semakin meningkat. Oleh karena itu Baso mulai menginvestasikan sedikit ide untuk mengembangkan usahanya. Sebelum menjadi pengusaha dodol nanas, awalnya Baso juga menjadi pedagang yang langsung turun ke lapangan untuk berjualan nanas di pasar. Tapi ternyata itu juga bukan merupakan cara alternative yang bagus untuk mendapatkan penghasilan yang lebih dari produksi nanas yang dihasilkan masyarakat. Selain itu juga peminat nanas di pasaran juga kurang.
“Saya dulu berjualan langsung di pasar Angso Duo dan Tungkal, kalau sumpama nanas itu mau dijual ke tempat lain, sepertinya di tempat yang lain itukan juga mempunyai penghasilan nanas, makanya sama aja, harganya juga tidak stabil bahkan cenderung murah,” ujar Baso.
Mulai dari situlah Baso berfikir dan mencari ide alternative agar nanas itu bisa dimanfaatkan menjadi berguna. Hingga akhirnya Baso berminat untuk membuat nanas menjadi olahan makanan, yaitu dodol nanas. Baso berminat untuk membuat dodol nanas karena untuk membuat dodol nanas tidak diperlukan teknlogi yang rumit dan bahannya cukup mudah, yaitu nanas yang dihasilkan oleh daerah sendiri.
“Tapi ada hal utama yang menjadi daya tarik saya dalam memproduksi nanas, di mana pada waktu itu banyaknya nanas yang tergeletak di pinggir jalan yang tidak termanfaatkan, sedangkan produksi masyarakat setiap harinya memang nanas jadi kalau tidak dimanfaatkan itu rasanya mubazir. Selain itu dodol nanas bisa menjadi salah satu makanan oleh-oleh, walaupun pada waktu itu kemasannya belum menarik tapi peminatnya kan banyak makanya,” ujar ayah dari empat anak ini.
Dalam hal ini, Baso mendapatkan bahan nanas dari kelompok tani penghasil nanas. Nanas yang diambil dari kelompok tani adalah nanas yang kecil, karena nanas yang kecil merupakan nanas yang tidak mempunyai nilai jual dipasaran. Baso menjelaskan bahwa pada umumnya nanas yang yang dijual di pasaran merupakan nanas yang besar. Sedangkan untuk nanas yang kecil itu bisa merusak harga pasar. Oleh karena itu nanas yang kecil tersebut diambil Baso dan dibeli perkilo gram.
Sedangkan untuk membuat olahan dodolnya Baso membuat sendiri. Bahkan tidak pernah belajar ataupun latihan dengan orang lain. Sedangkan untuk kendala yang dirasakan Baso adalah dalam hal pemasaran, seperti tidak laku
“Pertama kali saya membuat dodol itu tidak langsung jadi, bahkan banyak yang gagal dan rusak, kemudian juga cepat jamuran, tapi saya terus mencoba sampai hasilnya benar-benar maksimal dan ternyata memang bisa,” paparnya.
Perkembangan yang cukup lama, membuat Baso terus berupaya untuk lebih baik. Akhirnya agar mendapatkan pemasaran yang bagus, Baso menitipkan dodol nanasnya di berbagai toko dan swalayan yang ada di Jambi. Dan ternyata lama-kelamaan dodol nanas Baso ini mulai dikenal bahkan bisa menjadi salah satu icon Jambi. Selain itu juga banyak pesanan dari masyarakat. Kemudian juga ada yang langsung datang ke lokasi, dan rata-rata untuk oleh-oleh. Bahkan Baso juga pernah mendapatkan pesanan dari Pkan Baru. Dan peluang pemasaran di Pekan Baru juga memang cukup bagus.
Kiat-kiat yang dimiliki Baso dalam mempertahankan usahanya adalah harus telaten, kemudian juga tidak mudah terpengaruh. Saat ini olahan buah nanas yang diproduksi Baso seperti Dodol nenas, salai nanas dan nenas goreng dan. Dan setelah usaha Baso ini berhasil, mulailah bermunculan home-home industri yang memproduksi olahan buah nanas dan jenis makanan lainnya. Pada dasarnya usaha olahan nanas Baso ini merupakan pemula dari masyarakat yang lainnya.
“Bisa dikatakan bahwa saya merupakan yang pertama yang menciptakan kegiatan dan usaha ini, setelah itu banyak masyarakat lain yang mengikutinya, dan bahkan bisa meningkatkan produksi serta peminat dodol,” ujar Baso.
Dalam hal ini, Baso juga sering mengikuti berbagai pameran dan juga lomba. Tidak sedikit juga penghargaan yang didapat oleh Baso. Di antaranya adalah penghargaan dari Horti Pertanian oleh Megawati Soekarni Putri, kemudian penghargaan sebagai pemuda pelopor di tingkat nasional, serta yang terbaru ini adalah penghargaan dari Presiden selaku pemilik usaha kecil, tepatnya pada tanggal 17 Desember yang lalu.
“Acara oenghargaan itu sebenarnya pada tanggal 28 November kemarin tetapi karena kesibukan presiden akhirnya ditunda sampai dengan tanggal 17 Desember, namu pada saat itu presiden juga sibuk jadi yang memberikan penghargaan diwakilkan olek Menko Kesra tapi atas nama presiden Susilo,” ungkap pria keturunan Bugis ini.
Penghargaan kualitas yang diterima Baso ini bukanlah hal yang muda, tetapi membutuhkan proses yang cukup lama. Baso menjelaskan bahwa yang membawa usahanya ke tingkat nasional adalah dari segi produktivitas. Produktivitas tersebut meliputi dari cara mengembangkan usaha, cara mengelola perusahaan dan juga cara mensejahterakan karyawan. Selain itu proses seleksi yang cukup panjang, yaitu mulai dari 40 besar sampai dengan 20 besar, dan Baso termasuk dalam bagian 20 besar. Masing-masing pengusaha yang mendapatkan penghargaan merupakan para UKM yang berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu, merupakan hal yang wajar jika perjuangan Baso dalam membuat olahan nanas mendapatkan apresiasi dari pemerintah. Selain itu untuk omzetny sendiri, Baso bisa mendapatkan 40 samapi 50 juta perbulan. Bahkan untuk saat ini Baso juga menekuni usaha budidaya ikan lele, dengan tujuan untuk mempertahankan harga ikan tersebut dipasaran. Dan hasilnya juga cukup memuaskan.
Harapan ke depan untuk meningkatkan produktivitas budidaya olahan nanas, Baso akan terus mempertahankan dan juga akan terus mengelola usaha nanasnya agar terus berkembang. Baso juga memegang prinsip, sesuatu itu jangan terlalu direncanakan. Namun, tiba waktu, tiba akal. Ia menjelaskan, usaha kecil harus pandai-pandai mencari dan mengejar peluang, jangan hanya menunggu konsumen yang akan datang. “Saya juga mempunyai keinginan untuk menciptakan rumah nanas, di mana semua produktivitas usahanya berasal dari nanas,” tambah sarjana ekonomi ini.(rin)

Tidak ada komentar: