H. Baso Intang, SE (46) Pembisnis Usaha Kecil
yang Mendapat Penghargaan dari Presiden SBY
BERAWAL SEBAGAI PENJUAL NANAS, MENDAPAT PENGHARGAAN DARI PRESIDEN RI
“Sumber daya manusia yang baik, kreatif sera inovatif merupakan
ciri khas tersendiri bagi pemilik usaha kecil ini. Bagaimana tidak, di tengah munculnya
berbagai macam makanan, masayarakat Tngkit baru memanfaatkan penghasilan dari
daerahnya, yakni dodol nanas.”
RIRIN, Jambi
Pria kelahiran Jambi, 15 November 1967 ini sudah
sejak tahun 1992 menekuni usaha sebagai pembuat dodol nanas. Awalnya hanya
seperti industry rumah tangga. Bahkan dulu untuk produksinya pun dulu hanya
satu atau dua laki dalam seminggu. Namun karena berdasarkan data yang ada, di
desa Tangkit baru ini untuk perhari bisa menghasilkan 11.000 nanas perhari,
sedangkan daya tampungny hanya 5000 perhari.
“Kalau untuk idenya itu timbul dari diri saya
sendiri, karena saya melihat adanya peluang yang ada. Kemudian di desa Tnagkiit
ini kan banyak memberikan penghasilan nanas, bahkan menjadi penghasil nanas
terbesar se-Provinsi Jambi, mulai dari situlah saya tertarik untuk membuat
olahan dari nanas,” ungkap Baso kepada Harian Jambi, Jum’at (20/12).
Setelah itu, semakin lama ternyata banyak peminatnya. Permintaaan dipasr
juga semakin meningkat. Oleh karena itu Baso mulai menginvestasikan sedikit ide
untuk mengembangkan usahanya. Sebelum menjadi pengusaha dodol nanas, awalnya
Baso juga menjadi pedagang yang langsung turun ke lapangan untuk berjualan
nanas di pasar. Tapi ternyata itu juga bukan merupakan cara alternative yang
bagus untuk mendapatkan penghasilan yang lebih dari produksi nanas yang
dihasilkan masyarakat. Selain itu juga peminat nanas di pasaran juga kurang.
“Saya dulu berjualan langsung di pasar Angso Duo dan Tungkal, kalau
sumpama nanas itu mau dijual ke tempat lain, sepertinya di tempat yang lain
itukan juga mempunyai penghasilan nanas, makanya sama aja, harganya juga tidak
stabil bahkan cenderung murah,” ujar Baso.
Mulai dari situlah Baso berfikir dan mencari ide alternative agar nanas
itu bisa dimanfaatkan menjadi berguna. Hingga akhirnya Baso berminat untuk
membuat nanas menjadi olahan makanan, yaitu dodol nanas. Baso berminat untuk
membuat dodol nanas karena untuk membuat dodol nanas tidak diperlukan teknlogi
yang rumit dan bahannya cukup mudah, yaitu nanas yang dihasilkan oleh daerah
sendiri.
“Tapi ada hal utama yang menjadi daya tarik saya dalam memproduksi
nanas, di mana pada waktu itu banyaknya nanas yang tergeletak di pinggir jalan
yang tidak termanfaatkan, sedangkan produksi masyarakat setiap harinya memang
nanas jadi kalau tidak dimanfaatkan itu rasanya mubazir. Selain itu dodol nanas
bisa menjadi salah satu makanan oleh-oleh, walaupun pada waktu itu kemasannya
belum menarik tapi peminatnya kan banyak makanya,” ujar ayah dari empat anak
ini.
Dalam hal ini, Baso mendapatkan bahan nanas dari kelompok tani penghasil
nanas. Nanas yang diambil dari kelompok tani adalah nanas yang kecil, karena
nanas yang kecil merupakan nanas yang tidak mempunyai nilai jual dipasaran.
Baso menjelaskan bahwa pada umumnya nanas yang yang dijual di pasaran merupakan
nanas yang besar. Sedangkan untuk nanas yang kecil itu bisa merusak harga
pasar. Oleh karena itu nanas yang kecil tersebut diambil Baso dan dibeli
perkilo gram.
Sedangkan untuk membuat olahan dodolnya Baso membuat sendiri. Bahkan
tidak pernah belajar ataupun latihan dengan orang lain. Sedangkan untuk kendala
yang dirasakan Baso adalah dalam hal pemasaran, seperti tidak laku
“Pertama kali saya membuat dodol itu tidak langsung jadi, bahkan banyak
yang gagal dan rusak, kemudian juga cepat jamuran, tapi saya terus mencoba
sampai hasilnya benar-benar maksimal dan ternyata memang bisa,” paparnya.
Perkembangan yang cukup lama, membuat Baso terus berupaya untuk lebih
baik. Akhirnya agar mendapatkan pemasaran yang bagus, Baso menitipkan dodol
nanasnya di berbagai toko dan swalayan yang ada di Jambi. Dan ternyata
lama-kelamaan dodol nanas Baso ini mulai dikenal bahkan bisa menjadi salah satu
icon Jambi. Selain itu juga banyak pesanan dari masyarakat. Kemudian juga ada
yang langsung datang ke lokasi, dan rata-rata untuk oleh-oleh. Bahkan Baso juga
pernah mendapatkan pesanan dari Pkan Baru. Dan peluang pemasaran di Pekan Baru
juga memang cukup bagus.
Kiat-kiat yang dimiliki Baso dalam mempertahankan usahanya adalah harus
telaten, kemudian juga tidak mudah terpengaruh. Saat ini olahan buah nanas yang diproduksi Baso seperti Dodol nenas, salai nanas dan
nenas goreng dan. Dan setelah usaha Baso ini berhasil, mulailah
bermunculan home-home industri yang memproduksi olahan buah nanas
dan jenis makanan lainnya. Pada dasarnya usaha
olahan nanas Baso ini merupakan pemula dari masyarakat yang lainnya.
“Bisa dikatakan bahwa saya merupakan yang pertama yang menciptakan
kegiatan dan usaha ini, setelah itu banyak masyarakat lain yang mengikutinya,
dan bahkan bisa meningkatkan produksi serta peminat dodol,” ujar Baso.
Dalam hal ini, Baso juga sering mengikuti berbagai pameran dan juga
lomba. Tidak sedikit juga penghargaan yang didapat oleh Baso. Di antaranya
adalah penghargaan dari Horti Pertanian oleh Megawati Soekarni Putri, kemudian
penghargaan sebagai pemuda pelopor di tingkat nasional, serta yang terbaru ini
adalah penghargaan dari Presiden selaku pemilik usaha kecil, tepatnya pada
tanggal 17 Desember yang lalu.
“Acara oenghargaan itu sebenarnya pada tanggal 28 November kemarin
tetapi karena kesibukan presiden akhirnya ditunda sampai dengan tanggal 17
Desember, namu pada saat itu presiden juga sibuk jadi yang memberikan
penghargaan diwakilkan olek Menko Kesra tapi atas nama presiden Susilo,” ungkap
pria keturunan Bugis ini.
Penghargaan
kualitas yang diterima Baso ini bukanlah hal yang
muda, tetapi membutuhkan proses yang cukup lama. Baso menjelaskan bahwa yang
membawa usahanya ke tingkat nasional adalah dari segi produktivitas. Produktivitas tersebut meliputi dari cara mengembangkan usaha, cara
mengelola perusahaan dan juga cara mensejahterakan karyawan. Selain itu proses
seleksi yang cukup panjang, yaitu mulai dari 40 besar sampai dengan 20 besar,
dan Baso termasuk dalam bagian 20 besar. Masing-masing pengusaha yang
mendapatkan penghargaan merupakan para UKM yang berasal dari berbagai daerah di
seluruh Indonesia.
Oleh karena itu, merupakan hal yang wajar jika perjuangan Baso dalam
membuat olahan nanas mendapatkan apresiasi dari pemerintah. Selain itu untuk
omzetny sendiri, Baso bisa mendapatkan 40 samapi 50 juta perbulan. Bahkan untuk
saat ini Baso juga menekuni usaha budidaya ikan lele, dengan tujuan untuk
mempertahankan harga ikan tersebut dipasaran. Dan hasilnya juga cukup
memuaskan.
Harapan ke depan untuk meningkatkan produktivitas budidaya olahan nanas,
Baso akan terus mempertahankan dan juga akan terus mengelola usaha nanasnya agar terus berkembang. Baso juga
memegang prinsip, sesuatu itu jangan terlalu direncanakan. Namun, tiba waktu,
tiba akal. Ia menjelaskan, usaha kecil harus pandai-pandai mencari dan mengejar
peluang, jangan hanya menunggu konsumen yang akan datang. “Saya juga mempunyai keinginan untuk menciptakan rumah nanas, di mana
semua produktivitas usahanya berasal dari nanas,” tambah sarjana ekonomi
ini.(rin)